MEDIACOGOIPA.ONLINE- Front Anti Kekerasan, Jujaruh dan FAMM Indonesia berkolaborasi dengan Persatuan Serikat Buruh Kota Ternate-FSBPI menyelenggarakan dialog publik dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional. (Ternate, 14 Maret 2025)
Acara yang mengusung tema Kerentanan Buruh Perempuan dan Pentingnya Kesetaraan Gender di Lingkungan Kerja ini berlangsung di Gedung NBCL pada pukul 22:00 WIT hingga 00:30 WIT dan dihadiri oleh 30 peserta dari berbagai elemen organisasi gerakan di Kota Ternate.
Dialog ini dipandu oleh Vallejo dengan menghadirkan tiga pembicara, yaitu Kasir Hadi (Perwakilan Persatuan Serikat Buruh Kota Ternate-FSBPI), Anita (Buruh Kota Ternate), dan Rusli N. Tawary, S.H., M.H. (Dinas Tenaga Kerja Kota Ternate).
Kasir Hadi, Ketua Persatuan Serikat Buruh Kota Ternate sebagai pembicara pertama, memaparkan sub-tema Situasi Buruh Maluku Utara.
Ia menyoroti berbagai masalah yang dihadapi buruh, mulai dari upah tidak layak, pemutusan hubungan kerja (PHK), sistem kerja outsourcing, pelanggaran keselamatan dan kesehatan kerja (K3), hingga kerentanan buruh perempuan yang belum sepenuhnya mendapatkan hak maternitas.
"Secara kebijakan, hak dan kewajiban buruh sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, dan Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja. Namun, implementasinya masih jauh dari harapan," tegas Kasir.
Ia juga membedakan buruh menjadi dua kategori: buruh formal yang bekerja di perusahaan resmi dan buruh informal yang bekerja mandiri.
"Buruh informal seringkali tidak memiliki perlindungan hukum yang jelas, seperti jaminan kesehatan dan sosial. Ini menjadi masalah serius yang perlu diperhatikan," tambahnya.
Kasir juga menceritakan hasil wawancara dengan beberapa buruh di Toko Rajawali, di mana mereka tidak diperbolehkan duduk selama jam kerja dan harus menanggung kerugian toko dengan pemotongan upah.
"Ini hanya satu contoh dari banyaknya pelanggaran hak normatif buruh yang terjadi di Maluku Utara," ujarnya.
Anita, seorang buruh perempuan, Anggota Persatuan Serikat Buruh Kota Ternate menyampaikan sub-tema Kesetaraan Gender di Lingkungan Kerja.
Ia menekankan pentingnya kesetaraan gender dalam dunia kerja, terutama dalam hal perlindungan hak-hak buruh perempuan.
"Masalah utama yang sering kami hadapi adalah jam kerja yang panjang. Seharusnya kami bekerja dari pukul 08:00 WIT hingga 17:00 WIT, tetapi seringkali kami dipaksa bekerja hingga pukul 00:00 WIT hanya untuk absen virtual. Bahkan, hari Minggu yang seharusnya libur, kami masih dipanggil ke kantor. Jika tidak mematuhi aturan ini, upah kami akan dipotong," ungkap Anita.
Ia juga menjelaskan bahwa perhitungan gaji berdasarkan kehadiran sangat tidak adil.
"Jika kami absen virtual, upah yang diterima hanya Rp50.000 per hari. Namun, jika tidak absen, upah kami dipotong Rp150.000. Ini sangat memberatkan," tambahnya.
Rusli N. Tawary, S.H., M.H., perwakilan dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Ternate, memaparkan sub-tema Peran Disnaker dalam Mewujudkan Perlindungan Hukum terhadap Buruh Perempuan. Ia menjelaskan bahwa Disnaker memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai pengawas dan mediator.
"Kami memiliki wewenang untuk menindaklanjuti pengaduan terkait ketenagakerjaan, termasuk hak cuti haid, cuti hamil, dan cuti menyusui yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Jika perusahaan melanggar ketentuan ini, kami akan melakukan evaluasi dan memberikan sanksi," jelas Rusli.
Setelah pemaparan materi, Vallejo membuka sesi tanya jawab yang dibagi menjadi dua sesi. Peserta dialog antusias menyampaikan pertanyaan dan masukan, terutama terkait peran Disnaker dalam menangani masalah ketenagakerjaan.
Beberapa isu yang mengemuka antara lain upah tidak layak bagi ibu-ibu pekerja bersih jalan, larangan memakai hijab bagi pekerja di XXI, serta perlunya Disnaker lebih proaktif dalam menangani persoalan buruh di Kota Ternate.
Menanggapi hal ini, Rusli menjelaskan bahwa masalah ibu-ibu pekerja bersih jalan yang dipekerjakan oleh Dinas Lingkungan tidak sepenuhnya berada di bawah kewenangan Disnaker.
"Kami hanya bisa memberikan teguran karena ini masalah antar dinas," ujarnya.
Sementara itu, terkait larangan hijab di XXI, Rusli berjanji akan menindaklanjuti informasi tersebut.
Dalam sesi penutup, Kasir Hadi menegaskan pentingnya konsolidasi buruh dalam serikat pekerja.
"Buruh tidak bisa berjuang secara individu. Mereka harus berserikat agar lebih kuat dalam memperjuangkan hak-haknya," tegasnya.
Anita berharap agar masalah yang dihadapinya dan buruh lainnya dapat ditindaklanjuti oleh Disnaker. Ia juga meminta mahasiswa dan elemen gerakan lainnya untuk serius mengawal isu-isu ketenagakerjaan.
Rusli menutup dengan permintaan dukungan dari semua pihak.
"Kami membutuhkan laporan dari masyarakat untuk menindaklanjuti masalah ketenagakerjaan. Masalah yang tidak dilaporkan seringkali terlewatkan karena banyaknya kasus yang harus kami tangani," ujarnya.
Dialog ini diharapkan dapat menjadi langkah untuk meningkatkan kesadaran dan perlindungan terhadap hak-hak buruh, khususnya buruh perempuan, di Kota Ternate dan Maluku Utara secara umum.(*)
Reporter: Muhammad Kasir Hadi
Baca Juga:Menteri Ketenagakerjaan Terbitkan Surat Edaran Tentang Pembayaran THR Keagamaan 2025