Bahlil Lahadalia Jadi Sorotan di Tengah Krisis Gas Melon

https://www.facebook.com/share/p/1HRLL2BbDi/

 

MEDIACOGOIPA.ONLINE – Made Supriatma, peneliti dari ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura, memberikan pandangan tajam terkait kondisi terkini pemerintahan Indonesia yang dinilainya seperti "auto-pilot." 


Dalam analisanya, ia mengkritisi peran presiden, wakil presiden, serta beberapa tokoh politik kunci di tengah berbagai persoalan yang mencuat, salah satunya krisis kelangkaan gas elpiji 3 kg atau gas melon.


Menurut Supriatma, meskipun negara memiliki presiden dan wakil presiden, peran mereka di mata publik nyaris tidak terlihat. 


“Presidennya ada, tapi yang lebih sibuk malah adiknya. Wapres juga ada, tapi yang lebih sering muncul justru mantan presiden. Negeri ini seperti dikelola oleh bayang-bayang tokoh di balik layar,” ujar Supriatma.


Salah satu tokoh yang menjadi sorotan adalah Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, sekaligus Ketua Umum Partai Golkar. Supriatma menyebut Bahlil sebagai politisi ulung yang pandai berselancar di tengah gelombang politik. 


Namun, kebijakan terbaru yang dikeluarkan Bahlil, yakni pengurangan subsidi gas melon dengan dalih “subsidi tepat sasaran,” justru memicu kemarahan publik. Kelangkaan gas melon di pasar menjadi bukti nyata dampak kebijakan tersebut.


Bahlil, yang berasal dari latar belakang sederhana di Jayapura, Papua, dikenal sebagai figur yang lugas dan penuh metafora dalam berbicara. 


“Dia sering meromantisasi masa lalunya untuk menunjukkan betapa keras perjuangannya hingga bisa sukses,” ujar Supriatma. 


Namun, meski memiliki karisma politis yang kuat, Supriatma meragukan kompetensi Bahlil dalam menghadapi krisis gas melon.


Bahlil telah mencoba meredam situasi dengan turun langsung ke lapangan. Saat menemui demonstran di Tangerang, ia menghadapi protes dengan sikap tenang, sebuah cerminan kualitas politisi yang matang. Namun, kelangkaan gas melon tetap berlanjut, membuat publik semakin kecewa.



Di tengah kegaduhan, Supriatma menyoroti absennya presiden dan wakil presiden dari krisis ini. 


“Presiden hanya memanggil dan memarahi menterinya, tapi tidak muncul ke publik untuk memberikan penjelasan,” katanya. 


Hal ini memperkuat kesan bahwa pemerintah saat ini berjalan tanpa arahan jelas, dengan para menteri bekerja sendiri-sendiri tanpa koordinasi.


Krisis ini menjadi ujian besar bagi Bahlil Lahadalia. Apakah ia mampu menyelesaikan persoalan gas melon atau justru akan kehilangan kepercayaan publik dan posisinya di kabinet? 


Supriatma juga mempertanyakan keberanian Menteri Pertahanan sekaligus tokoh kuat, Prabowo Subianto, untuk mencopot Bahlil, mengingat posisi strategisnya sebagai Ketua Umum Golkar, partai terbesar kedua di Indonesia.



“Negeri ini tampaknya tidak baik-baik saja,” tutup Supriatma. Dengan minimnya koordinasi dan absennya peran aktif pemimpin tertinggi, Indonesia tampak seperti kembali ke masa auto-pilot. Krisis gas melon hanyalah salah satu gejala dari persoalan yang lebih besar: pemerintahan yang terlihat tidak solid dalam menghadapi tantangan besar.(*)

Lebih baru Lebih lama