Partai Buruh Dukung Program Perumahan untuk Rakyat: Asal Berpihak Kepentingan Buruh dan Kelas Pekerja - MEDIACOGOIPA

Breaking

Senin, 08 Juli 2024

Partai Buruh Dukung Program Perumahan untuk Rakyat: Asal Berpihak Kepentingan Buruh dan Kelas Pekerja

Menebak Arah Pergerakan Ekonomi Jika Buruh Terhindar Dari Ancaman Potongan

MEDIACOGOIPA.ONLINE JAKARTA - Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menegaskan bahwa kebutuhan perumahan bagi buruh, kelas pekerja, dan rakyat adalah kebutuhan primer setara dengan sandang dan pangan. Oleh karena itu, Partai Buruh mendukung penuh program perumahan untuk rakyat. (Jakarta, 29 Mei)

"Bahkan di dalam UUD 1945, negara diperintahkan untuk menyiapkan perumahan sebagai hak rakyat. Dalam 13 Platform Partai Buruh, jaminan perumahan adalah jaminan sosial yang akan kami perjuangkan," ujar Said Iqbal.

Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjadi sorotan utama dalam pernyataan tersebut. Said Iqbal menegaskan bahwa buruh dan rakyat membutuhkan kepastian mendapatkan rumah layak melalui dana APBN dan APBD, bukan melalui pemotongan upah buruh dan peserta Tapera yang saat ini dijalankan pemerintah.

"Tetapi persoalannya, kondisi saat ini tidaklah tepat program Tapera dijalankan oleh pemerintah dengan memotong upah buruh dan peserta Tapera. Karena membebani buruh dan rakyat," lanjut Said Iqbal.

Menurutnya, ada beberapa alasan mengapa program Tapera belum tepat dijalankan saat ini:

Pertama, belum ada kejelasan terkait dengan program Tapera, terutama tentang kepastian apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung dengan program Tapera. Iuran sebesar 3% (0,5% dibayar pengusaha dan 2,5% dibayar buruh) tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK.

"Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3% tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK," tegasnya.

Kedua, dalam lima tahun terakhir ini, upah riil buruh (daya beli buruh) turun 30%. Bila dipotong lagi 3% untuk Tapera, tentu beban hidup buruh semakin berat, apalagi potongan iuran untuk buruh lima kali lipat dari potongan iuran pengusaha.

Ketiga, tanggung jawab pemerintah dalam UUD 1945 adalah menyiapkan dan menyediakan rumah untuk rakyat yang murah. Dalam program Tapera, pemerintah tidak membayar iuran sama sekali, hanya sebagai pengumpul dari iuran rakyat dan buruh.

"Hal ini tidak adil karena ketersediaan rumah adalah tanggung jawab negara dan menjadi hak rakyat. Bukan malah buruh disuruh bayar 2,5% dan pengusaha membayar 0,5%," kata Said Iqbal.

Keempat, program Tapera terkesan dipaksakan hanya untuk mengumpulkan dana masyarakat khususnya dari buruh, PNS, TNI/Polri, dan masyarakat umum. Tanpa pengawasan yang ketat, program ini rentan terhadap korupsi.

Oleh karena itu, Partai Buruh mengusulkan kepada pemerintah beberapa hal terkait program Tapera:

1. Merevisi UU tentang Tapera dan peraturan pemerintahnya agar memastikan bahwa hak rumah adalah hak rakyat dengan harga yang murah dan terjangkau, serta pemerintah berkewajiban menyediakan dana APBN untuk mewujudkan Tapera yang terjangkau oleh rakyat.

2. Iuran Tapera harus bersifat tabungan sosial, bukan tabungan komersial. Pengusaha wajib mengiur 8,5%, pemerintah menyediakan dana APBN yang cukup, dan buruh mengiur 0,5%.

3. Program Tapera perlu kajian ulang dan pengawasan ketat untuk menghindari korupsi sebelum dijalankan.

4. Naikkan upah buruh yang layak agar iuran Tapera tidak memberatkan buruh.

5. Pastikan bahwa jumlah tabungan milik buruh dan peserta Tapera tidak digunakan untuk subsidi silang antar peserta.

6. Perkuat program bantuan biaya perumahan dari JHT BP Jamsostek dan program subsidi bunga bank KPR sebelum menjalankan Tapera.

Said Iqbal menegaskan bahwa Partai Buruh menolak program Tapera dijalankan saat ini karena akan semakin memberatkan kondisi ekonomi buruh, PNS, TNI, Polri, dan peserta Tapera. Partai Buruh juga sedang mempersiapkan aksi besar-besaran untuk menyoroti isu Tapera, Omnibus Law UU Cipta Kerja, dan program KRIS dalam Jaminan Kesehatan yang membebani rakyat.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.